Aturan PPH PASAL 26

• Subjek pajak pemotong PPh pasal 26 • Objek pajak yang wajib dipotong PPh Pasal 26 • Dasar Hukum PPH Pasal 26 • Tarif PPH Pasal 26

ARTIKEL PAJAKATURAN PAJAK

2/7/20244 min read

PPh Pasal 26 merupakan pajak yang dikenakan atas penghasilan yang diperoleh WPLN (Wajib Pajak Luar Negeri) dari Indonesia. Adapun, pengecualian pengenaan PPh 26, yakni pada BUT (Badan Usaha Tetap) yang berada di Indonesia. Hal ini lantaran, BUT merupakan subjek pajak yang perlakuan perpajakannya sebanding atau dipersamakan dengan subjek pajak badan. Dalam PPh 26 ini terdapat pengenaan tarif dan objek pajak hingga subjeknya.

Subjek pajak pemotong PPh pasal 26 wajib dilakukan oleh:

  1. Badan pemerintah

  2. Subjek pajak dalam negeri.

  3. Penyelenggara kegiatan.

  4. BUT.

  5. Perwakilan perusahaan luar negeri lainnya yang melakukan pembayaran kepada Wajib Pajak luar negeri selain bentuk usaha tetap.

Objek pajak yang wajib dipotong PPh Pasal 26

  1. Dividen

  2. Bunga termasuk premium, diskonto, dan imbalan sehubungan dengan jaminan pengembalian utang

  3. Royalti, sewa, dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta

  4. Imbalan sehubungan dengan jasa, pekerjaan, dan kegiatan

  5. Hadiah dan penghargaan

  6. Pensiun dan pembayaran berkala lainnya

  7. Premi swap dan transaksi lindung nilai lainnya

  8. Keuntungan karena pembebasan utang

  9. Penghasilan dari penjualan atau pengalihan harta di Indonesia, kecuali yang diatur dalam Pasal 4 ayat (2)

  10. Pengalihan dari penjualan atau pengalihan saham

  11. Penghasilan berupa premi asuransi 

Dasar Hukum

  1.  Tarif PPh Pasal 26 dikenakan atas nilai Dasar Pengenaan Pajak (DPP) atau jumlah bruto dari penghasilan, diatur dalam UU PPh No. 7 Tahun 1983 s.t.d.t.d UU No. 36/2008 s.t.d.t.d UU No. 11/2020 tentang Cipta Kerja s.t.d.t.d UU No. 7/2021 tentang HPP.

  2. UU No. 11/2020 sendiri sebagaimana telah diubah terakhir dengan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) No. 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja.

  3. diatur dalam Pasal 3 PP No. 9/2021, bahwa atas penghasilan bunga termasuk premium, diskonto, dan imbalan sehubungan dengan jaminan pengembalian utang yang diterima atau diperoleh wajib pajak luar negeri selain BUT dikenai pemotongan PPh 26 sebesar 20% diturunkan menjadi 10% atau sesuai dengan tarif berdasarkan persetujuan penghindaran pajak berganda.

Tarif

  1.  Tarif  20% dan 10% dari jumlah bruto

    Tarif PPh 26 adalah 20% dari jumlah bruto untuk objek 1—7. Sedangkan penghasilan bunga yang mendapatkan penurunan tarif PPh 26 menjadi sebesar 10% hanya berlaku untuk penghasilan Bunga Obligasi yang diterima/diperoleh WP luar negeri selain BUT.

    Dalam  PP No. 9 Tahun 2021 tersebut ada sejumlah ketentuan terhadap bunga obligasi dengan ketentuan sebagai berikut:

    1. Masa kepemilikan obligasi memiliki besaran yang sesuai dengan jumlah bruto bunga obligasi dengan kupon

    2. Harga perolehan obligasi memiliki selisih harga jual atau nilai nominal dengan besar kupon diskonto obligasi

    3. Harga perolehan obligasi memiliki selisih harga jual atau nilai nominala dengan diskonto obligasi bunga

    Tarif diberlakukan untuk negara-negara yang berada dalam perjanjian pajak ( tax treaty ) dengan Indonesia yang dikenal sebagai Perjanjian Penghindaran Pajak Berganda (P3B).

  2. Tarif 20% dari perkiraan penghasilan neto

    Pengenaan tarif PPh Pasal 26 sebesar 20% dari perkiraan penghasilan neto ini atas penghasilan WP luar negeri untuk poin 8-11 dari objek PPh 26 tersebut.

    Detail tarif 20 persen dari perkiraan penghasilan neto ini dikenakan atas:

    A. Penghasilan dari laba bersih atas pendapatan dari penjualan aset di Indonesia dengan nilai lebih dari Rp10 juta untuk setiap jenis transaksi berupa:

    1. perhiasan mewah

    2. berlian

    3. emas

    4. intan

    5. jam tangan mewah

    6. barang antik

    7. lukisan

    8. mobil dan motor

    9. kapal pesiar dan pesawat terbang ringan

    Besarnya perkiraan penghasilan neto ini untuk penjualan harta dengan jumlah persentase sebesar 25% dari harga jual.

    B. Premi asuransi, premi reasuransi yang dibayarkan langsung maupun melalui pialang pada perusahaan asuransi di luar negeri. Besar perkiraan penghasilan neto untuk premi asuransi dan reasuransi yang dibayarkan pada perusahaan asuransi luar negeri adalah:

    1. 0% dari jumlah premi yang dibayarkan, atas premi asuransi yang dibayar tertanggung kepada perusahaan asuransi di luar negeri, baik secara langsung maupun melalui pialang

    2. 10% dari jumlah premi yang dibayarkan, atas premi yang dibayarkan oleh perusahaan asuransi yang berkedudukan di Indonesia kepada perusahaan asuransi di luar negeri, baik secara langsung maupun melalui pialang

    3. 5% dari jumlah premi yang dibayarkan, atas premi yang dibayarkan oleh perusahaan reasuransi yang berkedudukan di Indonesia kepada perusahaan asuransi di luar negeri, baik secara langsung maupun melalui pialang

    C. Pengalihan atau penjualan saham. Besarnya perkiraan penghasilan neto ini 25% dari harga jual.

    1. Tarif  20% dari laba bersih penjualan atau pengalihan saham Perusahaan.

      Laba bersih penjualan atau pengalihan saham perusahaan ini adalah antara perusahaan media atau perusahaan tujuan khusus yang didirikan. Atau bertempat di negara yang memberikan perlindungan pajak yang memiliki hubungan khusus untuk suatu entitas atau BUT didirikan di Indonesia

    2. Tarif 20% dari Penghasilan Kena Pajak Setelah Dikurangi Pajak dari BUT di Indonesia (PPh Pasal 26 ayat 4)

      Tarif PPh 26 sebesar 20% dari laba neto setelah pajak dari suatu Badan Usaha Tetap (BUT) di Indonesia, kecuali penghasilan tersebut ditanamkan kembali di Indonesia yang diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK).

      Seperti yang sudah disebutkan di atas bahwa PPh Pasal ayat 4 adalah pajak yang dikenakan atas penghasilan BUT di Indonesia yang sudah dikurangi pajak.

      Artinya, apabila penghasilan kena pajak yang sudah dikurangi pajak tersebut dibawa keluar dari Indonesia, maka akan dikenai pajak PPh Pasal 26 ayat 4 sebesar 20% dari penghasilan kena pajak setelah dikurangi pajak penghasilan.

      Namun, jika penghasilan kena pajak yang sudah dikurangi pajak tersebut ditempatkan atau diinvestasikan lagi di Indonesia, maka tidak akan dikenakan pajak PPh Pasal 26 sesuai ayat 4.

    3. Berdasarkan Tarif tax treaty

      Jika telah dilakukan Perjanjian Penghindaran Pajak Berganda (P3B) antara Indonesia dengan negara lain (treaty partner), maka Perhitungan besar PPh Pasal 26 didasarkan pada Tax Treaty tersebut, yakni bisa dibebaskan dari pengenaan PPh 26 atau dikenakan PPh 26 dengan tarif lebih rendah.

Syarat BUT tidak dikenai pajak sesuai PPh Pasal 26 ayat 4

Sebagaimana yang tertuang dalam PPh Pasal 26 ayat 4 UU PPh No. 36 Tahun 2008, bahwa penghasilan kena pajak sesudah dikurangi pajak dari suatu bentuk usaha tetap di Indonesia dikenai pajak sebesar 20%, kecuali penghasilan tersebut ditanaman kembali di Indonesia, yang ketentuannya diatur lebih lanjut dengan atau Peraturan Menteri Keuangan

Jadi, BUT yang dikecualikan dari pengenaan pajak sesuai PPh Pasal 26 ayat 4 apabila penghasilan kena pajak yang sudah dikurangi PPh itu ditanamkan kembali di Indonesia dengan syarat sebagaimana yang ditetapkan dalam Pasal 1 ayat 3 PMK No. 14/PMK.03/2011, di antaranya:

  1. Penyertaan modal pada perusahaan yang baru didirikan dan berkedudukan di Indonesia sebagai pendiri atau peserta pendiri;

  2. Penyertaan modal pada perusahaan yang sudah didirikan dan berkedudukan di Indonesia sebagai pemegang saham;

  3. Pembelian aktiva tetap yang digunakan oleh bentuk usaha tetap untuk menjalankan usaha bentuk usaha tetap atau melakukan kegiatan bentuk usaha tetap di Indonesia; atau

  4. Investasi berupa aktiva tidak berwujud oleh bentuk usaha tetap untuk menjalankan usaha bentuk usaha tetap atau melakukan kegiatan bentuk usaha tetap di Indonesia.

  5. PMK 14/PMK.03/2011 ini menggantikan peraturan sebelumnya yang tertuang dalam PMK No. 257/PMK.03/2008 tentang Perlakuan Perpajakan atas Penghasilan Kena Pajak sesudah Dikurangi Pajak dari Suatu BUT.